Peluncuran Museum HAM Virtual KontraS Aceh ‘Lorong Ingatan’

KABARACEH, BANDA ACEH: Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Aceh, menggelar diskusi sekaligus peluncuran Museum Hak Asasi Manusia (HAM) Virtual, Kamis 21 Januari 2021 melalui Zoom Meeting.

Kegiatan diskusi ini menghadirkan pembicara: Ali Nursahid selaku Direktur Program Museum HAM Munir, lalu ada penulis dan peneliti Raisa Kamila, serta Koordinator KontraS Aceh Hendra Saputra dengan dimoderatori Zoelmasry, jurnalis Harian Kompas.

Museum ini merupakan program kerja sama KontraS Aceh dengan Asia Justice and Rights (AJAR) dan Transitional Justice Asia Network (TJAN).

Koordinator KontraS Aceh, Hendra Saputra mengatakan, museum digital ini mengedepankan narasi dari penyintas, baik korban langsung maupun keluarga yang ditinggalkan korban saat konflik berlangsung sejak pemberlakuan operasi militer di Aceh, belasan tahun silam.

“Kita banyak menyajikan cerita-cerita dari mereka yang bertahan meskipun kehilangan separuh hidup mereka bersama keluarga yang menjadi korban konflik,” ujar Hendra.

Sementara itu, Divisi Advokasi dan Kampanye KontraS Aceh, Azharul Husna menerangkan, tema ‘Lorong Ingatan’ awalnya merupakan event memorialisasi yang telah dilaksanakan sejak tahun 2017 dan tahun 2019 sebagai kampanye untuk menolak lupa. Memorialisasi ini dibuat secara fisik, berisi memori dalam bermacam bahasa ungkap mulai dari foto, instalasi, ornamen, lukisan, mural hingga seni suara.

“Namun karena setahun terakhir dalam kondisi pandemi, kegiatan kali ini kami adakan secara virtual, dan menjadi tema untuk Museum HAM Virtual,” kata Husna.

Untuk bisa mengunjungi galeri digital tersebut, publik bisa mengakses laman http://museumham.kontrasaceh.or.id/ . Di dalamnya terdapat tiga tema utama, yakni Penghilangan Paksa, Penyiksaan, Pembantaian Massal dan Pembunuhan Tokoh-tokoh Aceh. Di tiap tema tersebut, KontraS menyajikan rangkaian peristiwa konflik Aceh yang dituangkan dalam bentuk narasi, infografis dan videografis.

“Museum ini tentunya masih terus berproses, kita akan terus mengembangkan dan melengkapi data-data tersebut beberapa waktu ke depan. Kami mengajak seluruh kalangan masyarakat silakan berkontribusi memberikan informasi dan data, karena museum ini milik bersama,” ujarnya.

Merawat Ingatan Kolektif tentang Masa Lalu

Direktur Program Museum HAM Munir, Ali Nursahid dalam kesempatan itu mengapresiasi Lorong Ingatan ini sebagai upaya kolektif masyarakat yang masih peduli pada kondisi hak asasi manusia dengan mendokumentasikan peristiwa konflik Aceh di masa lalu, agar dapat diakses secara luas.

”Kondisi hak asasi manusia di Indonesia tak kunjung membaik. Karena itu keberadaan museum penting untuk memberi ruang pembelajaran bagi kita, untuk memaknai situasi hari ini,” kata Ali Nursahid.

Menurutnya, pertarungan pengetahuan dan kekuasaan politik hari ini, menyebabkan narasi sejarah hanya memunculkan kaum elit, sementara ruang untuk narasi korban tidak banyak tersedia. Karena itu, dalam pengalamannya mengelola Museum HAM Munir, Ali menyadari, penting memanfaatkan medium yang ada untuk memperkenalkan HAM dari berbagai perspektif yang lebih luas ke kalangan milenial, termasuk narasi korban yang selama ini kurang terdengar.

Ia juga mengatakan, Museum HAM Munir sendiri juga menyediakan medium untuk menyampaikan narasi melalui Podcast. “Dan masih ada platform lainnya yang mesti kita tahu dan manfaatkan untuk menyebarkan narasi tersebut,” pungkasnya.

Sementara peneliti sekaligus penulis Raisa Kamila juga mengatakan hal serupa. Upaya merekam sejarah masa lalu bisa dihadirkan dengan beragam medium. Ia sendiri telah memilih menuangkan cerita-cerita tentang masa lalu di Aceh dalam bentuk karya sastra. Bersama kolektif Perkawanan Perempuan Menulis, Raisa dkk menelurkan kumpulan cerita pendek berjudul Tank Merah Muda, 2019 silam.

“Dengan riset, kita akan tahu bahwa sejarah masa lalu tidak hitam-putih seperti yang kita baca selama ini,” ujarnya.

Kegiatan peluncuran Museum HAM Virtual ini diselingi pembacaan puisi karya AA Manggeng berjudul ‘Yang Hilang di Musim Badai’ oleh Cut Putri. Selain itu peserta diskusi juga disuguhi penampilan musik akustik oleh Amoysyah and Friends. (R)

Related posts