Dana Refocusing BRA untuk Touring Moge, KontraS Aceh: Sangat Memalukan

Kepala Divisi Advokasi dan Kampanye KontraS Aceh, 
Azharul Husna

KABARACEH, BANDA ACEH: Memperingati 15 Tahun Damai Aceh, Pemerintah Aceh berencana menggelar touring dengan motor gede melewati rute timur dan utara Aceh, 12-14 Agustus mendatang. Dari daftar rundown yang beredar di publik, rombongan moge akan melintasi Bireuen, Lhoksukon, Kuala Simpang, Lhokseumawe, Langsa, Aceh Timur, Pidie Jaya dan berakhir di Mess Wali Nanggroe, Banda Aceh.

Sebelumnya juga beredar surat dari Sekda Aceh Taqwallah tertanggal 7 Agustus 2020 yang ditujukan kepada 10 bupati/walikota di Aceh, agar berkenan memfasilitasi pengamanan sepanjang rute perjalanan touring pihak Ikatan Motor Besar Indonesia (IMBI) yang akan menggelar Tour Hari Damai Aceh ke-15 itu.

Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Aceh amat menyayangkan kegiatan tersebut. Pasalnya, touring itu dibiayai dengan anggaran senilai Rp 305.663.796 yang bersumber dari dana refocusing APBA. Anggaran refocusing seharusnya digunakan untuk menangani pandemi Covid-19 di Aceh, bukan malah untuk jalan-jalan dan dihambur-hamburkan.

“Angka pandemi di Aceh kian meningkat, di tengah kondisi fasilitas kesehatan yang semakin buruk karena pandemi, bisa dibayangkan anggarannya itu malah digunakan untuk pergi touring,” ujar Divisi Advokasi dan Kampanye KontraS Aceh, Azharul Husna dalam keterangan resminya, Rabu (12/8/2020).

Apalagi, tambahnya, pemerintah seharusnya lebih fokus pada penanganan Covid-19 yang makin tinggi di Aceh. Tak hanya itu, pemerintah harus melarang kegiatan pengumpulan orang dalam jumlah lebih dari 10 orang. “Aturan ini harusnya dilaksanakan mulai dari pihak pemerintah sendiri,” imbuh Husna.

KontraS juga meminta Badan Reintgerasi Aceh (BRA) untuk menolak tegas rencana kegiatan touring itu, karena dinilai tidak punya relevansi apapun dengan perdamaian Aceh yang masih menyisahkan banyak persoalan hingga saat ini. Apalagi setelah diketahui rombongan tersebut hanya jalan-jalan dan berswafoto saja di tiap persinggahan mereka nantinya. “Touring swafoto ini juga bisa memberikan pembelajaran tidak bagus bagi masyarakat kita, di tengah situasi Covid 19, itu memalukan,” ujarnya.

Husna menyebut touring tersebut sama sekali tidak sensitif terhadap kondisi psikologis masyarakat hari ini. “Sama sekali tidak bermanfaat, di sisi lain, perdamaian Aceh perlu menjadi refleksi kita bersama terkait banyak persoalan yang belum tertangani paska konflik silam, kegiatan jalan-jalan itu sangat tidak sensitif terhadap apa yang sebenarnya dibutuhkan masyarakat korban pelanggaran HAM di Aceh,” kata Husna.

Selain itu, dirinya mengaku miris dengan perilaku pemerintah yang menghambur-hamburkan anggaran hanya untuk kepentingan kelompok tertentu saja.

“Komunitas moge ini kan lazimnya diisi oleh orang-orang kelas atas. Harusnya momentum hari damai ini bisa mereka manfaatkan dengan melakukan kegiatan sosial yang bersumber dari anggaran komunitas atau pribadi bukan malah melakukan kegiatan dengan menggunakan APBA,” ketusnya.

Kajian KontraS Aceh, selama 15 tahun perdamaian Aceh, masih banyak persoalan yang belum tuntas. Pemenuhan hak korban konflik, pemulihan fisik dan psikis korban serta pengungkapan kebenaran dan rekonsiliasi pasca konflik yang masih harus menempuh jalan panjang.

“BRA harusnya bisa melihat hal ini dan bukan malah meloloskan kegiatan yang tidak ada manfaatnya untuk korban konflik, merekalah yang paling terdampak dan membutuhkan perhatian, bukan hanya acara-acara simbolis yang digelar setiap tahun oleh para elit di pemerintahan,” pungkasnya. (REL)

Related posts