MAA: Peusijuk, Adat Aceh Yang Dapat Mendamaikan Pertikaian Kecil di Masyarakat

Ketua Majelis Adat Aceh (MAA) Kota Banda Aceh Tgk. H. Zainun Muhammad

KABARACEH, BANDA ACEH: Ketua Majelis Adat Aceh (MAA) Kota Banda Aceh Tgk. H. Zainun Muhammad melalui Kepala Bidang Benda Pusaka/Khazanah Adat mengatakan Peusijuk merupakan salah satu adat yang dapat mendamaikan pertikaian kecil yang terjadi dimasyarakat Aceh.

Peusijuk ini merupakan proses mendinginkan atau musyawarah suasana-suasana yang mencekam disebabkan oleh pertikaian-pertikaian kecil yang terjadi di masyarakat,  guna yang saling bertikaian ini saling memaafkan,” kata Hamid, pada Senin (26/10/2020) di Kantornya.

Sehingga  tidak menimbulkan perpecahan  di masyarakat karena sudah diselesaikan dengan penyelesaian adat, menurutnya adat  sebagai pagar hukum di masyarakat yang sudah dijalankan oleh orang-orang Aceh terdahulu.

Tidak hanya itu,  Tgk Abdul Samad anggota bidang  Benda Pusaka/Khazanah Adat  yang juga aktif melakukan Peusijuk di Banda Aceh menuturkan, bahwa pelaksanaan Peusijuk juga dapat menyambung Ukhuwah Islamiah antara sesama saudara dan tetangga di sekeliling rumah.

“Kalau misalnya ada orang yang duduk di rumah baru,  biasanya pada saat itu juga di-Peusijuk dan  diundang saudaranya serta tetangga di sekelilingnya, pada saat inilah terjalin ukhuwah antar sesama para tetangga,” kata Samad.

Dalam pelaksanaannya, Peusijuk ini dilakukan dengan menyebut asma-asma Allah seperti  diawali dengan membacakan basmalah kemudian salawat dan baru dibacakan doa-doa, doa yang dibaca pun tergantung dengan objek yang akan diPeusijuk.

Menurut Samad, orang yang melakukan Peusijuk  niatnya harus  sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah dalam  bentuk memohon  lewat doa-doa yang dibacakan pada saat Peusijuk itu dilakukan

“Misalnya kita Peusijuk kereta kalau  kita berniat  terhindar dari berbagai macam kejadian seperti kecelakaan itu niat yang keliru, tetap niat kita sebagai rasa syukur  atas nikmat yang diberikan oleh Allah, Peusijuk ini adalah adat yang mustajab itu adalah doa-doa yang dibacakannya,” jelas Samad.

Selain itu, dalam praktiknya peralatan Peusijuk juga memiliki makna tersendiri seperti  tiga macam daun yang digunakan seperti Oen Sieneujuk yang mempunyai sifat dingin, Oen Manek Manoe yang bermakna kemakmuran dan Naleung Sambo yang bermakna kekuatan iman yang tidak tergoyahkan oleh suasana apapun.

 “Selain tiga daun tersebut peralatan yang digunakan selanjutnya ialah Bu Leukat  (Ketan) Oe Mirah  memiliki sifat yang lengket artinya sebagai perekat bagi orang yang di- Peusijuk nya dalam ikatan kekeluargaan, kemudian Beras dan Padi adalah tanda kemakmuran  serta dapat mengikuti sifat padi yang semakin berisi semakin merunduk, lalu ada Tepung Tawar dan Air yang bersifat menebarkan aroma yang harum,” jelas Samad.

Selain itu, Lukman, SH  selaku anggota bidang tersebut juga menambahkan,  bahwa  Peusijuk ini biasanya dilakukan saat pernikahan, naik haji, pergi menuntut ilmu, memperoleh kenikmatan seperti naik pangkat, masuk rumah baru dan membeli kendaraan baru.

“Yang Peusijuk itu bukan sembarang orang artinya orang  tersebut harus paham adat dan paham agama, karena jangan sampai hatinya atau niatnya melenceng nanti kalau melenceng itulah tempat masuknya setan,” kata Lukman.

Lukman berharap, agar masyarakat di Banda Aceh terus membudayakan dan memahami masalah Peusijuk ini, karena menurutnya Peusijuk ini adalah adat yang diambil berkahnya dari doa-doa  saat dilakukan Peusijuk tersebut.

“kita MAA juga tidak pernah berhenti melakukan  sosialisasi dan memberi pengarahan tentang Peusijuk ini , sebelumnya kita dari Majelis Adat Aceh Kota Banda Aceh  sudah memberikan  seperangkat alat Peusijuk ini kepada 90 gampong yang ada di Kota Banda Aceh,” ujarnya.(RD)

Related posts