KABARACEH, ACEH BESAR: Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Besar mempertanyakan realisasi pelaksanaan tender sejumlah proyek yang rencana dilaksanakan dengan berbagai sumber anggaran tahun 2020. Pasalnya, hasil sidak Dewan setempat yang dilakukan awal pekan ini mengetahui bahwa Unit Lelang Pengadaan (ULP) Aceh Besar, belum melakukan pelelangan satu proyek pun hingga Februari 2020 berkahir.
Desakan mempecepat proses pelelangan tersebut yang disampaikan oleh Zulfikar, SH dari Nasdem, disela sela Ketua DPRK Aceh Besar, Iskandar Ali, memimpin sidang paripurna hasil Pansus tentang pencemaran lingkungan di Kecamatan Lhoknga dan Leupung yang berlangsung di ruang Paripurna DPRK setempat di Kota Jantho, Aceh Besar, Selasa, 3 Maret.
Hal senada juga diungkapkan oleh Ketua DPRK Aceh Besar, Iskandar Ali, usai paripurna belangsung, menurut Iskandar kondisi molornya pelaksanaan pelelangan terhadap sejumlah proyek yang seharusnya sudah terlaksana, sangat mengancam dan akan menimbulkan berbagai potensi buruk bagi daerah setempat kedepan, salah satunya adalah terhambatnya proses pembangunan terhadap kebutuhan publik dan berpotensi menyisakan silpa di akhir tahun.
“Pengalaman tahun lalu dua belas miliar anggaran harus dikembalikan, bila ini terus terjadi, maka tentu saja pemangkasan anggaran bakal terjadi kepada daerah ini di masa mendatang, sebab, dianggap tidak membutuhkan,” kata Iskandar Ali.
Selain, menyorotlambannya realisasi pelelangan sejumlah proyek prioritas Pemkab Aceh Besar tahun ini. Dewan Perwakilan Rakyat Aceh Besar, melalui Ketua Tim Panitia khusus (Pansus) DPRK Aceh Besar, Abdul Muchti, A.Md, juga menyampaikan hasil Pansus DPRK yang telah dilaksanakan pada bulan Desember 2019 dan Januari 2020 dan sejumlah rekomendasi kepada Pemerintah Kabupaten Aceh Besar serta pihak Pabrik Semen, PT. Solusi Bangun Andalas (SBA).
Di mana, Pemerintah daerah dianjurkan agar dapat menggandeng pihak tim ahli untuk melakukan penelitian terhadap aktivitas pabrik semen SBA, guna menjawab atas sejumlah dugaan yang mengakibatkan timbulnya permasalahan baru bagi lingkungan masyarakat disekitar pabrik, seperti kekeringan sumber air warga dan sumber air sungai di sekitar aktivitas pabrik tersebut, kerusakan terhadap fasilitas milik warga.
Sedangkan kepada PT SBA sebagai perusahaan yang sudah beroperasi puluhan tahun di Aceh itu, diharapkan dapat melakukan aktivitasnya sesuai dengan prosedur dan mengedepankan hasil keputusan atau perjanjian yang telah disepakati sebelumnya. Terkait dengan lahan atau area yang digunakan dan yang berdampak dari aktivitas PT.SBA. Dewan mendesak untuk dapat dilakukan ganti
rugi kepada pemilik lahan.
Kecuali itu Ketua Pansus, Mukti juga mendesak pihak PT SBA untuk melakukan publikasi berkala terhadap sejumlah kegiatan pencegahan pencemaran lingkungan yang telah dilakukan oleh PT SBA, supaya publik mengetahui apa saja yang telah dilakukan pihaknya dalam penanganan dan pencegahan pencemaran lingkungan di sekitar pabrik.
“DPRK Aceh Besar merekomendasi agar pihak PT SBA melakukan publikasi berkala terhadap upaya penanganan pencemaran lingkungan yang sudah dilakukan, supaya publik mengetahuinya,” papar Mukti sambil menyebutkan salah satu point rekomendasi DPRK Aceh Besar pasca digelarnya Pansus yang berlangsung sejak November 2019 hingga Januari 2020 lalu.
Sekda Iskandar: Akan Ada Sanksi Tegas Kepada OPD yang Molor
Sekretaris Daerah Kabupaten (Sekdakab) Aceh Besar, H. Drs. Iskandar, M.Si yang diminta tanggapannya terkait temuan Tim Pansus DPRK mengaku dirinya telah memerintahkan jajarannya untuk bekerja secara profesional dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai dengan Standar Opersional Prosedur (SOP), bahkan terkait dengan penyiapan berbagai berkas proyek yang harus segera dilaksanakan.
“Seharusnya hari Jumat kemarin (pekan lalu) sudah masuk berkas kontrak seluruh OPD untuk membawa berkas tendernya supaya dapat segera dilelang oleh pihak ULP, tapi satu pun tidak ada yang tidak ada yang mengajukan,” ungkap Sekda Iskandar, usai mengikuti paripurna di DPRK Aceh Besar, Selasa, 3 Maret.
Hingga hari ini, Selasa 3 Maret, lanjut Sekda baru tiga Dinas yang telah memasukkan data proyek yang akan ditender, sementra limit waktu yang diberikan oleh Pemerintah Provinsi dan Pusat hanya sampai pada 31 Maret.
Sekda Iskandar melanjutkan, untuk sumber anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) APBN dan Dana Otonomi Khusus (Otsus) APBA, dipersyaratkan minimal satu per bidang mampu terteken kontrak batas waktu 31 Maret mendatang, bila tidak maka sumber dana tersebut, untuk catur wulan pertama ini tidak dapat dicairkan.
“DAK dan Otsus menjadi masalah bila SKPD tidak mampu merealisasi minimal satu kontrak proyek perbidang masing masing hingga akhir Maret mendatang,” ujar Iskandar lagi.
Sekda juga menyebutkan di lingkungan Pemkab Aceh Besar ada 14 Dinas yang mendapat sumber anggaran tersebut yang mewajibkan kontrak, namun hingga saat ini baru tiga dinas yang sudah mengajukan berkas tendernya ke ULP.
“Ada empat belas OPD yang mengelola dana DAK dan Otsus, namun tidak seluruhnya anggaran tersebut dibutuhkan proses tender demikian, dan yang signifikan mengelola dana tersebut Dinas PUPR, Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan,” demikian sebut Sekda Iskandar.
Disinggung soal molornya sejumlah OPD dalam melaksanakan tugasnya terutama soal tender proyek bersumber anggaran DAK dan Otsus itu, Sekda Iskandar memastikan akan memberikan tindakan tegas kepada pimpinan Instansi bersangkutan.
“Tindakan tegas pasti ada, salah satunya adalah menonjobkan dari jabatannya,” demikian tegas dan pungkas Sekda Iskandar. (Alan)