BANDA ACEH, KABARACEHONLINE.COM: Selama pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI Aceh-Sumut di Aceh, kisah-kisah toleransi beragama menghiasi atmosfer kompetisi yang penuh semangat. Dalam suasana yang damai, masyarakat Aceh menunjukkan sikap saling menghargai dan menghormati orang-orang yang berbeda suku dan agama, membuktikan bahwa keragaman dapat menjadi sebuah kekuatan.
PON 2024 ini tidak hanya menjadi ajang kompetisi olahraga, tetapi juga momen untuk menunjukkan toleransi beragama yang kuat di Bumi Serambi Mekah. Aceh, yang dikenal dengan penerapan syariat Islam yang kental, menunjukkan sikap terbuka terhadap berbagai agama lainnya.
Miata Ayobi, atlet Tarung Derajat asal Bali, mengaku senang berada di Aceh. Selama berada di Aceh, ia dan teman-temannya dari kontingen Bali tidak pernah mendapatkan perlakuan yang tidak baik, terutama terkait keyakinan.
Menurutnya, Aceh dan Bali memiliki kesamaan: keduanya memiliki mayoritas penduduk yang menganut agama tertentu—Aceh mayoritas Muslim, sedangkan Bali mayoritas Hindu. Keduanya juga memiliki adat istiadat yang harus dihormati oleh para pendatang.
“Secara keyakinan, di Bali dan Aceh memang berbeda. Kita Hindu, Aceh Muslim, tapi toleransinya tinggi. Selama kami di Aceh, tidak ada masalah dengan keyakinan yang kami anut. Tidak ada cerita menakutkan bagi yang bukan Muslim,” cerita Miata.
Atlet peraih perak Tarung Bebas Putri ini sangat senang dengan keramahan masyarakat Aceh. Dari pertama ia datang hingga di penghujung PON, tidak ada yang berubah.
“Masyarakatnya ramah. Saat kami berlari, mereka masih mau menyapa kami dengan senyuman. Saya merasa nyaman sekali berada di Aceh. Selama kita sopan dan menghargai adat istiadat di Aceh, tidak ada masalah. Hal itu juga berlaku di daerah kami, Bali,” tuturnya.
Hal yang sama juga dirasakan Saldi, jurnalis asal Papua Tengah. Ia salut dengan orang Aceh yang sangat menghargai dan menjunjung tinggi perbedaan. Toleransi beragama di Aceh sangat luar biasa, dan ia merasakannya langsung saat menginjakkan kaki di Bumi Serambi Mekah.
“Kalau dari sisi toleransi, Aceh juara. Warga Aceh sangat menghargai perbedaan, khususnya toleransi beragama terhadap tamu-tamu yang datang. Selama dua minggu saya berada di Aceh, aman-aman saja,” jelas Saldi.
Jurnalis Okzone asal Papua Tengah ini juga mengatakan bahwa ia akan sulit move on tentang Aceh setelah pulang ke Papua Tengah. Banyak yang harus ia ceritakan kepada orang-orang di Papua Tengah tentang Aceh, mulai dari keramahan dan sambutannya yang super hangat bagi kontingen Papua.
“Hal yang akan membuat saya terkenang tentang Aceh adalah warga Aceh itu sendiri. Mereka sangat welcome terhadap kami, menghargai kami sebagai tamu, terutama kami yang dari Papua Tengah dan Papua lainnya,” jelas Saldi.
Selain keramahan dan toleransi yang tinggi, Aceh memiliki magnet tersendiri bagi Saldi, terutama citarasa kopi, makanan, dan pantai-pantai yang bersih (*)