Salah satu yang diharapkan rakyat dari pemimpin adalah empati. Kemampuan untuk memahami dan merasakan apa yang dirasakan orang rakyat, melihat sesuatu dari sudut pandang rakyat. Hidup yang semakin tak mudah dengan segala problematika dan ketidakpastian akan merindu sosok pemimpin yang berempati.
Sejarah mencatat pemimpin-pemimpin besar dunia adalah sosok pemimpin berempati, meski kekuasaan adalah politik yang selalu bertarung merebut kekuasaan dan dominasi, namun empati adalah salah satu syarat untuk membangun bangsa yang kuat solid. Tanpa empati akan menjadi rapuh dan penuh formalitas. Melahirkan bawahan penjilat khianat dan bermuka dua.
Bangsa yang tidak memiliki pemimpin yang mempunyai empati akan menciptakan oligarki. Kenapa ini terjadi? Karena tidak ada teladan untuk saling perduli, egoisme individu akan tumbuh subur, sadisme menjadi hal biasa, fanatisme ada dimana-mana, setiap kelompok akan mementingkan diri sendiri. Kesenjangan antara si kaya dan si Miskin akan makin menjulang. Kapitalis akan menjadi elit menjelma oligarki menerapkan kapitalisme dan menguasai pemerintahan. Kepentingan rakyat tidak lagi berarti, yang ada hanya kepentingan segelintir orang elit yang berkerumun di sekitar kekuasaan, tirani yang menjerat, menjajah dan memperbudak.
Empati sejatinya tidak hanya memahami apa yang dirasakan dan dipikirkan oleh orang lain, penderitaan mereka atau kondisi yang mereka hadapi namun adalah kesadaran mental untuk tergerak bertindak dan melakukan sesuatu.
Pada level pemimpin setingkat kepala negara, gubernur dan bupati bahkan lembaga dibawahnya, empati bukanlah sekedar belusukan, pidato menyentuh, atau ajakan untuk saling peduli yang dikemas dalam siremoni-siremoni dengan framing media yang menggugah. Namun, lebih dari itu, regulasi-regulasi yang tegas dan berpihak kepada rakyat adalah empati.
Penegakkan supremasi hukum adalah empati, mengedepankan transparansi, akuntabilitas, dan perlindungan hak asasi manusia, memilih profesionalitas, integritas, dan independensi pejabat-pejabat adalah empati. Memberi kesempatan yang sama dan menghargai hasil kerja anak bangsa adalah empati.
Empati pemimpin menjadi sangat penting, karena tidak semata berperan menjaga keberlangsungan hidup bangsa, tapi mampu menggerakkan, menginspirasi dan memahami setiap situasi dan kondisi bahkan ditengah krisis serta mampu melihat kebutuhan bangsa pada masa kini dan masa mendatang. Mampu mencari subtansi masalah dan memberikan solusi dari setiap persoalan yang dihadapi.
Pemimpin yang mempunyai empati tak ubah seperti tukang kebun, ia akan menciptakan lingkungan yang sehat, tanah yang subur, dan pupuk yang cukup agar tanaman memiliki akar yang kuat, tumbuh pesat, lebat, berkembang, dan berbuah. Artinya, memberi ruang aman untuk berbagi ide secara terbuka, berkolaborasi, dan bereksperimen, memberdayakan mereka untuk melakukan yang terbaik.
Terakhir dan krusial, empati seorang pemimpin sangat penting untuk membangun kepercayaan, toleransi, harmoni, kepekaan, optimisme dan patriotisme untuk melakukan perubahan demi kehidupan bangsa yang lebih baik dan gemilang, penuh kasih sayang dan cinta kasih.
Pertanyaan besarnya, apakah pesta demokrasi seperti pemilihan kepala daerah saat ini akan mampu melahirkan pemimpin yang berempati? Ironisnya, pertanyaan ini hanya bisa dijawab dengan pertanyaan berikutnya, apakah ada calon pemimpin yang selama ini mempunyai kepekaan dan kepedulian serta mampu memberi solusi yang layak dipilih yang nanti dijadikan pemimpin? Jika tidak, jangan berharap banyak!