SIMEULUE, KABARACEHONLINE.COM: Di tengah deburan ombak dan aroma laut yang khas, Kabupaten Simeulue menyimpan potensi luar biasa dalam sektor kelautan dan perikanan. Kabupaten yang terletak di Provinsi Aceh ini seolah menjadi lumbung ikan yang tak pernah habis, namun sayangnya, belum sepenuhnya tergarap optimal.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Simeulue, Carles, menggambarkan realitas tersebut dengan penuh keprihatinan. Hasil tangkapan nelayan memang terus meningkat dari tahun ke tahun. Namun, di balik angka yang menjanjikan itu, ada persoalan mendasar yang menghambat langkah Simeulue untuk menjadi pusat perikanan tangkap unggulan di Aceh.
“Hasil tangkapan nelayan kita terus meningkat, namun kami masih terkendala alat tangkap modern dan fasilitas pengolahan hasil laut yang memadai,” ujar Carles pada Senin, 2 Desember 2024.
Mayoritas nelayan Simeulue masih mengandalkan alat tangkap tradisional. Alat-alat ini, meski sederhana, telah lama menjadi andalan masyarakat lokal. Namun, di era modern ini, keterbatasan alat tersebut semakin terasa. Selain kurang efisien, teknologi tradisional juga menyulitkan upaya menjaga keberlanjutan ekosistem laut.
Lebih jauh lagi, Simeulue belum memiliki fasilitas pengolahan hasil laut yang memadai. Potensi besar seperti ikan dan lobster, yang menjadi primadona hasil tangkapan nelayan, belum bisa diolah menjadi produk bernilai tambah. Akibatnya, nelayan hanya bergantung pada penjualan hasil tangkapan mentah, yang harganya kerap anjlok karena minimnya akses pasar.
“Kendala utama kami adalah akses pasar. Armada pengiriman terbatas, transportasi sering menyebabkan penundaan distribusi. Ini tentu berdampak pada harga hasil laut yang turun drastis,” jelas Carles.
Simeulue, sebagai daerah kepulauan, sangat bergantung pada transportasi yang memadai. Ketiadaan pesawat kargo dan terbatasnya trayek tol laut menjadi tantangan serius yang harus segera diatasi. Carles menyebutkan, penambahan infrastruktur ini akan sangat membantu menekan biaya distribusi sekaligus membuka peluang pasar yang lebih luas.
Di tengah segala keterbatasan ini, harapan Carles tetap menyala. Ia mengajak pemerintah pusat dan provinsi untuk lebih peduli terhadap potensi bahari Simeulue. Dukungan berupa armada tangkap modern, fasilitas pengolahan hasil laut, hingga infrastruktur transportasi menjadi kebutuhan mendesak yang harus dipenuhi.
Tak hanya itu, Carles juga mengundang para investor untuk turut berkontribusi mengembangkan sektor kelautan Simeulue. “Dengan sinergi berbagai pihak, Simeulue berpotensi menjadi pusat unggulan perikanan tangkap di Aceh,” tutupnya dengan optimis.
Simeulue, permata bahari yang masih terpendam, menanti sentuhan pemerintah dan dukungan dari berbagai pihak. Sebuah harapan besar yang jika diwujudkan, tak hanya akan mengubah wajah Simeulue, tetapi juga memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian Aceh dan Indonesia. (ALIS ANIZAR)