KABARACEH, REDELONG: Terkait Bener Meriah menjadi Kabupaten termiskin kelima di Aceh, tampaknya Pemerintah Kabupaten Bener Meriah harus evaluasi kembali dan berbenah secara serius. Memahami apa sebab utamanya, dan harus melakukan apa sebagai solusinya.
“Mengingat keadaan seperti ini, Pemerintah tentunya lebih jeli lagi dalam mengentaskan kemiskinan di Bener Meriah. Setidaknya belajar dari masa lalu dan dikaji ulang secara matang, apa yang sebenarnya terjadi dan apa solusinya. Informasi ini jelas membuat masyarakat Bener Meriah gelisah bahkan ada yang geram,” kata Junaidi, ketua Komunitas Gayo Peduli Generasi (KGPG), Jum’at (7/5/2021).
Junaidi menilai, tidak mungkin Bener Meriah terus menerus menjadi kabupaten termiskin urutan lima di Aceh jika tidak ada penyebabnya. Jika keadaannya berada pada posisi yang sama, tentunya pemerintah kita tidak serius menangani hal ini dari tahun sebelumnya.
“Tentunya selama ini hanya sebatas ucapan saja, namun tidak ada perubahan yang terjadi ke arah yang lebih baik. Padahal Pemkab Bener Meriah memiliki pemikir-pemikir hebat yang bisa mematangkan konsep dalam membangun Bener Meriah yang lebih baik, namun tampaknya kurang berafiliasi dan bergerak cepat,” tambahnya.
Dikatakan, beberapa hari lalu Sekda Bener Meriah mengumumkan bahwa Bener Meriah menjadi urutan miskin kelima di Aceh pada saat apel di Setdakab setempat, 5 Mei 2021.
Pada saat apel tersebut, kata Junaidi, Sekda meminta Reje dan Kepala Dusun untuk tidak mempermainkan data kemiskinan. Hal ini disampaikan Sekda karena dinilai Reje dan Kepala Dusun mempermainkan data kemiskinan.
Menurut Junaidi, terkait penekanan polemik ini, Sekda mestinya tidak hanya ditujukan kepada Reje dan Kadus kampung saja, akan tetapi juga kepada pemkab juga untuk mengevaluasi diri, mungkin kebijakan pemerintah yang barangkali tidak terlalu fokus pada sistem dan program.
“Masyarakat kita tentu sebagian kurang tahu, sehingga perlu penjelasan dari pemerintah. Sisi lain kebijakan pemerintah juga harus mempelajari ke belakang, apa sebenarnya yang membuat daerah ini miskin,” tandasnya.
Contoh kecil yang berkaitan dengan Kebijakan Pemerintah terkait data kemiskinan seperti mengurus beasiswa Pendidikan untuk penyelesaian Skripsi, Tesis dan lain-lain.
Pemerintah mengambil kebijakan bahwa untuk bisa terdaftar dan mendapatkan beasiswa tersebut, harus diperlukan surat kurang mampu atau sejenisnya ke masing-masing reje Kampung yang kesannya tidak etis.
“Padahal beasiswa, tapi kenapa mesti harus ada surat kurang mampu dan sejenisnya, kalau bisa jangan surat kurang mampu, tapi mungkin surat permohonan atau sejenisnya. Jika dikaji terkait dengan beasiswa, tentunya tidak mesti mengandalkan surat itu, ini juga PR pemerintah kedepan untuk mempertimbangkan kembali syarat tersebut,” terang Junaidi.
Menurutnya, bahasa kurang keterangan miskin atau kurang mampu sangat janggal didengar. Bahkan banyak mahasiswa terkadang harus mengeluh ketika dihadapkan dengan surat demikian, akhirnya tidak jadi diurus, ini perlu penjelasan lebih dalam lagi agar tidak terjadi kekeliruan.
Lebih lanjut Junaidi menyampaikan, Bener Meriah masih banyak PR besar yang mesti harus diselesaikan untuk Bener Meriah dimasa mendatang. Sisi lain Ia menyebutkan, kategori suatu daerah disebut miskin lantaran karena disebabkan beberapa faktor diantaranya seperti, tingkat pendidikan yang masih rendah, lapangan pekerjaan yang masih terbatas dan sebagainya.
Terkait dengan Pendidikan di Bener Meriah, Junaidi berkomentar juga masih menjadi PR besar bagi pemerintah Bener Meriah. Pasalnya setiap sekolah di Bener Meriah saat ini kini terancam tutup, karena siswanya lebih banyak memilih sekolah di luar daerah dibanding di dalam daerah sendiri.
“Itu artinya kan Pemerintah Bener Meriah tidak kerja maksimal dalam hal ini. Nah inilah yang perlu dipelajari dan didalami lagi. Dinas Pendidikan berhak mengevaluasi kembali apa-apa yang mesti dilakukan ke depan, sehingga ini tidak menjadi polemik bagi daerah kita di kemudian hari,” Demikian Junaidi.(REL)