Dampak Covid-19 begitu luar biasa, ekonomi luluh-lantak. Bisakah rakyat kembali bangkit setelah dihantam pandemi?
KABARACEH, TAKENGON: Bak dihantam Tsunami, pandemi Covid-19 telah menyisakan puing-puing dari ambruknya perekonomian. Sektor-sektor andalan masyarakat seperti dihempas palu Godam bencana Covid-19. Wabah Covid-19 belum juga berakhir namun persoalan-persoalan masih tertinggal dan harus dihadapi bangsa ini.
Meski disebut mulai mereda, gencarnya vaksinasi dan pembatasan sosial demi mencegah penyebaran virus Covid-19, faktanya, bangsa ini bahkan secara global masih tertatih-tatih keluar dari keterpurukan.
Upaya pemerintah untuk memberikan stimulus kepada masyarakat meski sedikit banyak telah membantu masyarakat ditengah kesulitan, namun roda perekonomian masih tak normal seperti sebelumnya.
Beban berat rakyat makin kian berat. Kelangkaan minyak goreng, kenaikan harga BBM dan melonjaknya harga kebutuhan pokok mendaftar persoalan yang dihadapi rakyat, dilain pihak rakyat juga harus dipaksa mengelus dada dengan tingkah laku pejabat yang sibuk berpolemik mempertahankan kekuasaan.
Rakyat sebenarnya tidak berharap banyak, mereka hanya berharap bagaimanapun caranya asal dapur mereka tetap mengepul, anak-anak mereka tetap bisa sekolah dan mereka dapat berusaha mencari nafkah.
Rakyat menunggu inovasi dan terobosan para pemimpin, mulai dari presiden hingga tingkat kepala dusun. Inovasi untuk keluar dari situasi sulit dengan trobosan dan kebijakan para pemimpin.
Ditengah situasi serba sulit saat ini, sejatinya adalah kesempatan bagi para pemimpin untuk menunjukan kualitasnya. Para pemimpin harus bisa membuktikan gagasannya yang mampu menjadi solusi keluar dari kesulitan.
Mengutip bisnis.com, Dibandingkan dengan negara-negara G20, Indonesia adalah satu-satunya negara dengan perbandingan pertumbuhan ekonomi dari tahun 2019 dan 2021 yang masih negatif. Sedangkan, negara-negara G20 lainnya positif dan sudah lebih tinggi.
Wakil Direktur Indef Eko Listiyanto menilai, target pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2022, yaitu 5,2 persen tidak mudah untuk dicapai, karena dari kecepatan pemulihan Indonesia tertinggal dari negara-negara lain.
Dibandingkan dengan negara-negara G20, Indonesia adalah satu-satunya negara dengan perbandingan pertumbuhan ekonomi dari tahun 2019 dan 2021 yang masih negatif. Sedangkan, negara-negara G20 lainnya positif dan sudah lebih tinggi. Indonesia perlu kerja keras untuk mencapai 5,2 persen tahun ini, karena adanya perkiraan puncak Omicron akan terjadi di bulan Maret.
Disinilah peran pemimpin diuji. Para pengambil kebijakan mesti lebih keras memeras otak mengerakan ekonomi kembali bergeliat. Serimonial sekedar formalitas sudah saatnya dihilangkan. Regulasi yang menyentuh subtansi persoalan harus mampu dibuat.
Program yang dijalankan harus lebih luas kebermanfaatan kepada penerima manfaat. Rantai birokrasi harus lebih diperpendek demi menghindari mental korup, transparansi harus benar-benar diterapkan dan pengawasan publik diberi ruang lebih besar.
Pertanyaan sekarang, bagaimanakah keseriusan para pemimpin memikirkan solusi bagi rakyat yang ia pimpin? Bagaimanakah kepekaan dan kepedulian para pemimpin terhadap penderitaan rakyat? Jawabannya ada pada inovasi yang ia buat.
Arsadi Laksamana