KABAR ACEH, TAKENGON: Bagi masyarakat Dataran Tinggi Gayo, kopi adalah napas kehidupan. Urat nadi dan tumpuan harapan. Seperti sektor lain, ditengah wabah Covid-19, kopi Gayo juga terimbas. Eksport kopi tersendak dan berpengaruh terhadap harga. Dampak paling besar bagi petani, harga tak lagi sepadan dengan mahalnya kebutuhan hidup terutama situasi sulit karena covid-19.
Negara-negara buyer kopi Gayo, seperti Amerika, Eropa Barat, Australia saat ini masih menyetop permintaan. Kalaupun ada permintaan jumlahnya sedikit. banyak cafe-cafe di negara tujuan kopi Gayo yang tutup, roaster juga tutup. Banyaknya Negara yang terkena resesi makin memperparah kondisi ini.
Harga di tingkat petani kopi Gayo saat ini, untuk kopi gelondong yang baru dipetik ketika panen berkisaran Rp 6.000 hingga Rp. 7.000 perbambu, padahal sebelumnya harganya mencapai di kisaran Rp 10.000 hingga Rp 12.000. Harga ini belum pasti untuk daerah-daerah pedalaman di Gayo, harga bahkan bisa lebih merosot lagi. Sementara ongkos panen memetik kopi Rp 25.000 perkaleng (10 bambu), ini belum lagi biaya perawatan dan pemeliharaan kebun kopi.
Para penampung kopi dari petani, juga kesulitan dan was-was ketika membeli dari petani, khawatir tak bisa memasarkan ke penampung yang lebih besar, kalaupun ada yang membeli uangnya kerap kali tersendak-sendak dan sering kali harus menunggu lama. Terlebih saat ini ketika panen besar tiba.
Berbeda dengan penghasil kopi arabika lainnya di Indonesia, misalnya Sintong, Temanggung dan lainnya yang tidak terlalu berpengaruh akibat covid-19, bagi masyarakat Gayo. Ketergantungan terhadap komoditas kopi sangat besar, 85 persen masyarakatnya mengandalkan ekonomi mereka pada kopi. Lesunya pasar, dan harga yang tak menentu berdampak luas pada sosial ekonomi masyarakat. Para petani kopi kian terhimpit. Sementara, kebutuhan pokok tetap meningkat.
Ketua Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) Aceh, Armia menyebutkan harga kopi saat ini, masih harus disyukuri, karena menurutnya harga terminal New York saat ini hanya berkisar 2 dollar saja.“Artinya, kopi kita di saat pandemi ini masih tergolong tinggi, jika dibandingkan dengan Brazil yang hanya berkisar 2 ribu hingga 3 ribu perbambu,”ungkapnya.
Kapan pendemi Covid-19 berakhir? hingga kini belum pasti bisa diprediksi. Jika kondisi tak membaik, dikhawatirkan kopi hasil panen petani akan kian menumpuk di gudang-gudang kopi. Nasib kopi Gayo akan dipertaruhkan, Petani kopi akan makin terpuruk dan tak bisa menghidupi kebutuhan ekonomi mereka lagi.(ARS)