KABARACEH, TAKENGON – Mantan aktivis mahasiswa, Iwan Bahagia, resmi terpilih sebagai Direktur Eksekutif Forum Penyelamat Danau Lut Tawar (FPDLT) periode 2022-2025, Kamis (31/3/2022).
Proses pemilihan berlangsung dalam Musyawarah Besar (Mubes) ke-2 FPDLT yang berlangsung di Hotel di salah satu hotel di Takengon, Kamis malam.
Iwan Bahagia mendapatkan 11 suara, bersaing ketat dengan Satria Darmawan yang memperoleh 9 suara. Sementara itu Idrus Saputra yang juga Reje Kampung Paya Tumpi Baru memperoleh 3 suara, kandidat lain yang masuk adalah Zumara W Kutarga dan Mazmin Putra, masing-masing memperoleh 1 suara. Dari 27 suara dari konstituen FPDLT, 2 suara dinyatakan tidak sah dalam pemilihan itu.
Setelah pemilihan berlangsung, Direktur Eksekutif FPDLT terpilih, Iwan Bahagia menyampaikan visi “Membangun gerakan penyelamatan berbasis partisipatif” dihadapan peserta Mubes ke-2 FPDLT.
“Misi saya pertama setelah terpilih adalah memperkuat kelembagaan FPDLT, mengingat sudah beberapa tahun vakum, jadi penguatan organisasi secara internal sangatlah penting,” kata Iwan.
Misi berikutnya, FPDLT harus mendorong kebijakan dan kelembagaan yang partisipatif. Dalam hal ini jelas Iwan, upaya penyelamatan danau harus didukung dengan kebijakan pemerintah.
“Berikutnya adalah membangun kemitraan dengan stakeholders, yaitu swasta, NGO maupun pengusaha,” papar mantan Presiden Mahasiswa STAI Gajah Putih itu.
Pemberdayaan masyarakat partisipatif lanjut Iwan, juga menjadi misinya sebagai pimpinan FPDLT, sebab selama ini masyarakat di lingkar Danau Lut Tawar secara umum belum tersentuh program pemberdayaan yang bersumber dari dana CSR atau sejenisnya.
“Tentu program kerja kami juga mendorong pola pembagian imbal jasa lingkungan terhadap lembaga swasta,” sebut Iwan.
Selanjutnya, pembentukan lembaga adat untuk menjaga dan mengelola Danau Lut Tawar juga menjadi misinya sebagai Direktur Eksekutif terpilih. Sebab, selama ini masih terdapat masyarakat di lingkar danau yang tidak bisa mengelola lahan karena alasan hutan lindung, padahal bebedapa diantaranya sudah ditempati atau digarap sebelum Indonesia merdeka.
“Peran perangkat adat di level kampung belum maksimal dalam hal menjaga dan mengelola Danau Lut Tawar. Maka FPDLT dapat mendorong pihak terkait untuk membuat kebijakan agar lembaga adat itu diakui, sehingga masyarakat bisa mengatur sendiri bagaimana cara merawat dan menjaga danau dan hutan dengan kebijakan adat,” paparnya lagi.
Sebab terang Iwan, ada berbagai skema yang bisa ditawarkan untuk masyarakat di lingkar danau maupun di DAS Pesangan, mulai dari hutan adat atau hak hulayat, skema perhutanan sosial dan sejenisnya, yang bisa dimanfaatkan untuk peningkatan pendapatan masyarakat.
Sementara itu terkait berbagai persoalan di Danau Lut Tawar, Iwan menegaskan selayaknya tidak serta merta menyalahkan masyarakat di lingkar danau, sebab hal itu sepenuhnya menjadi tanggungjawab pemerintah.
“Seperti masalah pola penangkapan cangkul padang yang menangkap ikan kecil, dan sempat mencuat beberapa waktu lalu. Apakah aturannya sudah ada? Kalau ada apakah sudah ada disampaikan kepada masyarakat nelayan? Kalau belum, tentu menjadi tugas pemerintah untuk melakukan sosialisasi atau semacamnya,” ungkap Iwan.(REL)